Senin, 11 Agustus 2008

PENGARUH PERADABAN ISLAM DI DUNIA BARAT

A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah

Perputaran hidup ini bagaikan roda pedati, kadang di atas dan kadang di bawah. Demikian pula dengan perkembangan peradaban manusia, terkadang sebuah peradaban berada di atas dan mencapai puncak kejayaannya, di lain waktu peradaban tersebut jatuh dan berada di bawah peradaban lain. Hal tersebut sesuai dengan firman Allah dalam Q.S. Ali Imran (3):140 yang artinya: ……… Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); ……. Meskipun demikian, seperti halnya sebuah roda pedati, masing-masing peradaban memiliki hubungan antara yang satu dengan yang lainnya.
Peradaban Islam, sebagaimana peradaban lainnya, pernah mengalami masa kejayaan yaitu di masa pemerintahan Abbasiyah terutama di bidang ilmu pengetahuan. Hal tersebut ditandai dan dimulai dengan usaha penerjemahan buku-buku filosof terkenal seperti Aristoteles, penjelasan-penjelasan Neo-Platonisme dan beberapa karya Plato, sebagian besar karangan Galinos, beberapa karangan ilmiah Yunani, India, dan Persia. Berkat adanya usaha penerjemahan inilah sehingga warisan filsafat Eropa, khususnya Yunani berhasil diselamatkan. 
Penaklukan-penaklukan oleh Arab selama abad-abad awal Islam (Pemerintahan Umayyah dan Abbasiyah) membawa mereka kepada hubungan yang dekat dengan peradaban-peradaban besar dunia, seperti Yunani, Parsi dan India. Menurut Mehdi Nakosteen, teori lama yang menyatakan bahwa orang-orang Muslim awal adalah musuh bagi ilmu pengetahuan dan sains, dan bahwa mereka hanya mau menerima ilmu pengetahuan yang berasal dari Qur'an dan Hadis, dan tidak menunjukkan toleransi terhadap kepercayaan dan kekayaan intelektual bangsa-bangsa lain, adalah pendapat yang tidak memiliki landasan sejarah. 
Pendapat yang dikemukakan oleh Nakosteen tersebut sesuai dengan fakta sejarah dengan banyaknya ilmu-ilmu dari luar Islam yang diterjemahkan dan dipelajari oleh kaum muslimin. Bahkan berkat kreatifitas ilmuan Muslim, ilmu-ilmu tersebut berhasil dikembangkan.
Khalifah al-Man¡ūr adalah khalifah Abbasiyah yang paling banyak andilnya dalam mendorong penerjemahan buku-buku Yunani, Siryani dan Parsi. Jasa beliau yang paling besar yaitu ketika beliau mendirikan sebuah sekolah di Bagdad pada tahun 217 H. (832 M.) yang diberi nama "Bait al-¦ikmah". 
Abad keempat Hijriyah merupakan masa keemasan bagi penerjemah Arab. Pada masa ini banyak buku-buku yang berbahasa Latin, Suryani dan Parsi yang diterjemahkan ke bahasa Arab. Ilmu pengetahuan Islam mengalami kemajuan yang mengesankan selama periode "abad pertengahan" melalui orang-orang kreatif seperti al-Kindi, ar-Razi, al-Farabi, ibnu Sinan, Ibnu Sina (Avicenna), al-Masudi, at-Tabari, al-Ghazali, Nasir Kusru, Omar Khayyam, dan lain-lain. 
Di waktu yang sama bangsa Eropa berada di masa-masa kegelapan (Dark Ages). Terjadinya pengadilan terhadap “Tikus” di pengadilan Autunne di Perancis abad ke-15, karena tikus dianggap “bersalah” telah memakan tanaman gandum. Pengadilan & hukuman mati yang dijatuhkan terhadap “Kucing” abad ke-15 di Inggris, dikarenakan diduga telah membantu para “tukang Sihir” dalam melakukan kejahatannya. Pengadilan terhadap “Ayam yang bertelur” di pengadilan Palle, Swiss abad ke-14. Pengadilan & pembunuhan besar-besaran kepada para ilmuwan seperti Nicholas Copernicus & Galileo Galilei karena mengemukakan teori Heliosentris, sementara teori yg berlaku saat itu adalah Geosentris (teori Claudius Ptolemeus). Tycho Brahe (seorang ilmuwan German) bahkan kehilangan sebelah telinganya karena berani menyatakan bahwa Venus memiliki fase-fase seperti bulan, dll. Kesemuanya ini terjadi sehingga pada masa tersebut di Barat dikenal dengan nama “the Dark Ages”. Semua peristiwa tersebut menggambarkan betapa terbelakangnya bangsa Eropa pada saat itu.  
2. Permasalahan
Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah: bagaimana pengaruh peradaban Islam terhadap peradaban Barat?
B. PEMBAHASAN
1. Masa Kejayaan Peradaban Islam
Setelah Nabi Muhammad Saw. wafat kaum Anshar menginginkan khalifah berasal dari mereka, sementara Ali ra. menganggap dirinya lebih berhak menjadi khalifah karena kekerabatannya terhadap Rasulullah. Kaum Anshar berkumpul di Majlis Bani Tsaqifah untuk memilih seorang khalifah (pengganti Nabi). Melalui sebuah proses konsensus yang cukup panas dan menegangkan akhirnya muncul Abu Bakar al-Siddiq sebagai khalifah pertama umat Islam. Estafet kepemimpinan kemudian dilanjutkan oleh Umar ibn Khattab. Pada masa Umar terjadi gelombang ekspansi untuk pertama kalinya. Tahun 635 M., kota Damaskus jatuh ke dalam kekuasaan Islam. Tahun 641, Aleksandria menyerah pada tentara Islam di bawah pimpinan ‘Amr Ibn al-‘Ash. Singkat kata, dengan terjadinya gelombang ekspansi pertama ini, semenanjung Arab, Palestina, Suria, Irak, Persia dan Mesir sudah masuk dalam wilayah kekuasaan Islam. Paska Umar, kekhalifahan dilanjutkan oleh Utsman ibn Affan, menantu Nabi Muhammad Saw. Namun karena terjadi kecemburuan kekuasaan akibat dari sikap nepotisme Utsman, kekuasaannya diakhiri dengan pembunuhan terhadap dirinya. Kekhalifahan umat Islam saat itu betul-betul mengalami ujian berat. Kemudian tampil Ali sebagai pengganti Utsman. Namun kepemimpinan Ali telah membuat kecewa kubu Utsman karena tidak berhasil mengusut kematian Utsman hingga tuntas. Kepemimpinan Ali ini menjadi puncak dari sistem kekhalifahan dalam sejarah Islam yang kemudian akhirnya digantikan dengan sistem dinasti. Sistem dinasti ini dipelopori oleh Muawiyah ibn Abu Sufyan yang kemudian disusul dengan dinasti Abbasiyah.
Adapun hasil peradaban di awal-awal berkembangnya agama Islam, yakni di masa Rasulullah dan Khulafaurrasyidin terfokus kepada pembentukan umat. Peradaban di masa itu diawali dengan pembangunan masjid-masjid yang digunakan selain untuk tempat ibadah, juga digunakan sebagai tempat berkumpulnya kaum Muslimin untuk menyelesaikan berbagai macam urusan dan untuk menuntut ilmu. Di masa ini pula Rasulullah dan Khulafaurrasyidin menetapkan dasar-dasar aturan ekonomi, pertahanan diri dan akidah, musyawarah dan lain-lain. Pada masa ini masjid dimanfaatkan secara maksimal, berbeda dengan sekarang di mana kebanyakan masjid hanya menjadi tempat ibadah.
Adapun di masa selanjutnya, yakni setelah berakhirnya masa Khulafaurrasyidin, Mu’awiyah membangun dinasti Bani Umayah dan dimulailah gelombang ekspansi yang kedua. Perluasan kekuasaan yang sudah dimulai sejak zaman Umar dilanjutkan kembali setelah beberapa lama banyak mengurusi masalah internal. Adapun hasil peradaban di masa pemerintahan dinasti Umayah, terutama mengenai ilmu pengetahuan terbagi kepada tiga aliran:
1) Gerakan studi agama: yang membahas ilmu-ilmu agama berupa tafsir al-Qur'an dan Hadis.
2) Gerakan studi sejarah: yang membahas masalah sejarah hidup, peperangan, kisah para Nabi dan umat-umat sebelumnya.
3) Gerakan studi filsafat: yang membahas masalah logika (man¯iq), kimia, kedokteran dan lain-lain.  
Namun karena adanya beberapa faktor, kekuasaan Bani Umayah hanya berlangsung selama kurang lebih sembilanpuluh tahun dan kemudian diambil alih oleh Bani ‘Abbasiyah (keturunan Al-Abbas ibn Abd Al-Muttallib – Paman Nabi). Bani Abbasiyah diwarisi kekuasaan yang cukup luas, meliputi Spanyol, Afrika Utara, Suriah, Semenanjung Arabia, Irak, sebagian dari Asia Kecil, Persia, Afganistan dan sebagian wilayah Asia Tengah. Di beberapa wilayah kekuasaan itu merupakan pusat kebudayaan besar seperti Yunani, Suryani, Persia dan India. Karenanya beberapa khalifah pada masa Bani Abbasiyah lebih memusatkan pada pengembangan pengetahuan.  
Menurut Prof. Dr. Ahmad Syalabi, sudah sewajarnya zaman pemerintahan Abbasiyah pertama merupakan zaman paling sesuai untuk kebangkitan kebudayaan. Di zaman tersebut, tamaddun Islam telah mulai mantap setelah selesainya gerakan perluasan dan penaklukan yang menjadi keistimewaan zaman pemerintahan Bani Umayah. Kebudayaan akan berkembang dengan luas di kalangan sesuatu umat apabila umat itu berada dalam keadaan yang tenteram dan ekonomi yang stabil. Ketentraman dan kestabilan ekonomi tersebut baru terwujud di masa pemerintahan Bani Abbasiyah karena pada masa sebelumnya dinasti Umayyah sibuk dengan usaha-usaha perluasan kekuasaan sehingga kurang bagi mereka kesempatan untuk berpikir secara tentang pembangunan dalam negeri apalagi untuk pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan. 
Di masa awal pemerintahan Bani Abbasiyah Umat Islam di zaman itu mulai menikmati kemenangannya dan mulai membangun kota-kota mereka, setelah sebelumnya sibuk dengan berbagai peperangan dan penaklukan. Merekapun mulai membangun peradaban terutama di bidang ilmiah. 
Kebangkitan ilmiah di zaman tersebut terbagi di dalam tiga lapangan:
1. Kegiatan menyusun buku-buku ilmiah.
2. Mengatur ilmu-ilmu Islam.
3. Terjemahan dari bahasa asing 
Penerjemahan buku-buku non-Arab ke dalam bahasa Arab terjadi secara besar-besaran dari awal abad kedua hingga akhir abad keempat hijriyah. Khalifah al-Ma’mun menunjukkan perhatian beliau yang sangat besar terhadap ilmu pengetahuan dengan mendirikan sebuah sekolah di Baghdad (tahun 217 H./832 M.) yang mirip dengan sekolah Nestorian dan Zoroaster yang ada pada saat itu. Sekolah tersebut diberi nama "Bait al-hikmah" dan dipercayakan pengelolaannya kepada Yahya ibn M±sawaih (w. 243 H.) yang merupakan seorang penulis dengan bahasa Siryani dan bahasa Arab, serta mampu menggunakan bahasa Yunani. Usaha penerjemahan tersebut di kemudian hari terbukti sangat besar pengaruhnya terhadap kelangsungan peradaban Yunani dan Parsi yang kemudian diambil kembali oleh bangsa Barat sehingga membuat mereka dapat maju seperti sekarang ini.
Buku-buku yang diterjemahkan terdiri dari berbagai bahasa, mulai dari bahasa Yunani, Suryani, Persia, Ibrani, India, Qibti, Nibti dan Latin. Keberagaman sumber pengetahuan dan kebudayaan inilah yang kemudian membentuk corak filsafat Islam selanjutnya. Dan perlu diakui bahwa di antara banyak pengetahuan dan kebudayaan yang ditejemahkan ke dalam bahasa Arab, karya-karya klasik Yunani adalah yang paling banyak menyita perhatian. Khususnya karya-karya filsuf besar Yunani seperti Plato dan Aristoteles. Beberapa karya dari kebudayaan Persia dan India hanya meliputi masalah-masalah astronomi, kedokteran dan sedikit tentang ajaran-ajaran agama. Seperti karya Al-Biruni (w. 1048), sejarahwan dan astronom muslim terkemuka, Tahqiq ma li Al-Hind min Maqulah (Kebenaran Ihwal Kepercayaan Rakyat India). Dalam tulisannya itu ia menguraikan kepercayaan fundamental orang-orang Hindu dan menyejajarkannya dengan filsafat Yunani. Atau terjemahan Ibnu Al-Muqaffa' (w.759) yang berjudul Kalilah wa Dimnah (Fabel-fabel Tentang Guru) diterjemahkan dari bahasa Sanskerta yang merupakan pengetahuan sastra Persia.
Fase penerjemahan terdiri dari dua fase:
1) Fase Pertama: dimulai sejak awal berkuasanya Dinasti Abbasiyah hingga masa Khalifah al-Ma'mun (132-198 H.). Pada saat itu para penerjemah independen banyak melakukan penerjemahan, sebahagian besar mereka beragama Nasrani, Yahudi dan orang-orang dari agama lain yang mendapat hidayat untuk memeluk Islam.
2) Fase Kedua: yaitu pada masa pemerintahan al-Ma'mun dan penerus beliau. Pada saat itu aktifitas penerjemahan dipusatkan di sebuah sekolah yang didirikan di kota Baghdad. 
Setidaknya ada dua motivasi yang mendorong gerakan penerjemahan yang sudah dimulai sejak zaman Bani Umayah dan kemudian menemukan puncaknya pada dinasti Bani ‘Abbasiyah. Pertama motivasi praktis dan kedua motivasi kultural. Pada motivasi yang pertama (ba’its ‘amali), ada kebutuhan pada bangsa Arab saat itu untuk mempelajari ilmu-ilmu yang berasal dari luar Islam. Pengetahuan-pengetahuan tersebut secara praktis dapat membantu meringankan urusan-urusan yang berkenaan dengan hajat hidup umat Islam ketika itu. Yang dimaksud dengan pengetahuan-pengetahuan luar yang dibutuhkan oleh umat Islam saat itu adalah seperti ilmu-ilmu Kimia, kedokteran, fisika, matematika, dan falak (astronomi). Ilmu-ilmu ini secara praktis memang langsung berhubungan dengan hajat hidup umat Islam dalam menyelesaikan masalah-masalah seperti penentuan waktu Shalat, hukum faraidl (pembagian harta waris), masalah kesehatan dan lain sebagainya.
Motivasi yang kedua adalah motivasi kultural (ba’its tsaqafi). Ada kebutuhan pada masyarakat Islam untuk mempelajari kebudayaan-kebudayaan Persia, Yunani untuk menguatkan sistem hukum Islam dan menangkal aqidah yang datang dari luar Islam. Ketika terjadi gelombang kebudayaan luar dalam dunia Islam yang meliputi aqidah kaum Majusi (penyembah api) dan kaum Dahriah, kekhalifahan ‘Abbasiyah mengangap perlu bagi kaum muslim untuk mempelajari ilmu-ilmu logika serta sistem berpikir rasionalis lainnya untuk menangkal aqidah yang datang dari luar itu. Umat Islam dianjurkan untuk mempelajari logika Aristoteles, agar dapat berdebat dengan keyakinan yang datang dari luar.
Proses penerjemahan yang berlangsung selama kurang lebih dua abad telah menjadi berkah yang besar bagi umat Islam saat itu. Hal ini dapat dipahami karena proses penerjemahan ini menjadi mediator dalam dialog antara kebudayaan pengetahuan pra-Islam dengan umat Islam yang sedang haus ilmu. Khazanah kebudayaan besar yang meliputi Yunani, Persia dan India sedang mengalami kesepian di negerinya sendiri, di dunia Islam, karya-karya tersebut mendapatkan sambutan yang sangat luar biasa. Sampai-sampai seorang khalifah mau membayar sebuah buku yang sudah diterjemahkan dengan nilai emas seberat buku tersebut. Namun, motivasi utama dari semua kegiatan tersebut adalah karena ajaran dan perintah pertama yang diwahyukan kepada Rasul saw. adalah iqra yang mengandung makna membaca dan mempelajari.
Semangat untuk belajar itulah yang kemudian menjadikan umat Islam sukses dalam menguasai ilmu-ilmu penting di masa Dinasti Abbasiyah. Perpaduan antara semangat umat Islam dengan kebudayaan pra-Islam melahirkan sebuah sintesa yang tidak sederhana. Sintesa yang dihasilkan bukan hanya sekedar penjiplakan pengetahuan sebelumnya yang kemudian diberi label Islam karena telah diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Lebih dari itu, sintesa ini juga meliputi proses reproduksi yang giat dilakukan oleh para ilmuan muslim. Karya-karya filsafat yang diterjemahkan dari bahasa Yunani tidak berhenti hanya pada hasil terjemahan namun telah merangsang para intelektual muslim untuk mengomentari atau sekedar memberikan sebuah penafsiran atas karya-karya filsuf Yunani itu. 
Meskipun gerakan penerjemahan berakhir pada abad ke 11, sains Islam tetap berkembang. Para ahli (ilmuan) muslim banyak menambah materi-materi yang telah ditransfer kepada mereka melalui penelitian-penelitian, percobaan-percobaan dan observasi yang mereka lakukan dalam bidang pengobatan, pertanian, geografi, dan urusan peperangan. Umat Islam tidak hanya mewarisi ilmu-ilmu dari luar, namun mereka juga berhasil mengembangkannya melalui penelitian. Hal ini didukung oleh adanya semangat keilmuan yang ada pada diri beberapa ilmuan muslim pada saat itu. 
Menurut Farhat A Hussein Alquran sarat dengan informasi mengenai astronomi, geologi, pengobatan, dan sains lainnya yang mengantarkan ilmuwan Muslim menjadi peneliti. Informasi-informasi tersebut memberikan inspirasi dan motivasi kepada mereka untuk melakukan penelitian lebih mendalam baik tentang alam makrokosmos ataupun mikrokosmos, bahkan mengenai diri manusia itu sendiri. Hal tersebut dapat kita temukan misalnya pada Q.S. al-Baqarah (2):164 yang berbicara mengenai adanya tanda-tanda kekuasaan Allah dalam penciptaan langit dan bumi dan peristiwa alam lainnya. 
2. Sumbangan Peradaban Islam ke Dunia Barat
Kontribusi Islam terhadap kebangkitan dunia barat khususnya Eropa terutama di bidang sains diakui adanya oleh para penulis Barat. Di antaranya dapat kita lihat pada ungkapan Robert Briffault yang dikutip oleh Abul Hasan Ali Nadawi:
Science is the most momentous contribution of Arab civilization to the modern world…It was not science only which brought Europe back to life. Other and manifold influences from the civilization of Islam communicated its first glow to the European life.  
Ungkapan tersebut merupakan sebuah pengakuan yang tulus dari seorang ilmuan Barat yang betul-betul merasakan adanya kontribusi dunia Islam yang diwakili oleh bangsa Arab terhadap dunia modern.
Menurut Gustave Le Bon (sejarawan Perancis) bahwa ahli-ahli Barat seperti Roger Bacon, Leonardo da Vinci, Albertus Magnus, dan lain-lain, dibesarkan dalam era keemasan perpustakaan pengetahuan Islam & Arab. Paus Gerbert (bergelar Sylvestre-II) mengajar ilmu-ilmu alam pada tahun 1552-1562 yang kesemuanya dipelajarinya di Universitas Islam Andalusia di Spanyol. 
Berbicara mengenai sumbangan peradaban Islam bagi Dunia Barat tidak dapat dipisahkan dengan perkembangan Islam di Andalusia. Menurut Ahmad Thomson dan Muhammad 'Atha'ur Rahim, Kordoba menjadi pusat belajar terbesar di Eropa pada saat seluruh bagian lain dari benua itu masih terjerembab dalam kebodohan dan, dalam masa kejayaannya, Kordoba pastilah merupakan satu dari keajaiban dunia.  
Di wilayah tersebut didirikan universitas-universitas yang menjadi tempat studi para mahasiswa dari negara-negara Eropa lainnya. Tidak ada diskriminasi antara pelajar muslim dengan non-muslim di perguruan tinggi tersebut. Bahkan dalam jabatan rektor universitas pun tidak ada diskriminasi. Hal itu digambarkan oleh Syed Ameer Ali dalam bukunya A Short History of the Saracens:
The Government of each academy was entrusted to a rector, who was chosen from among the most distinguished scholars. In the middle of the thirteenth century of the Christian era this high office in the university of Granada was held by Siraj al-Din Ab­ Ja'far Omar al-Hakami. No religious distinction was made in this appointments, the learned Jews and Christians were often appointed to the post of rector.
Tonggak awal kebangkitan Eropa yang dinamakan dengan Renaissance, sedikit banyak lahir atas pengaruh Averroisme (Ar-Rusydiyyah) dan atas pengaruh penerjemahan karya-karya ilmiah ilmuwan Islam ke dalam bahasa Latin. Penerjemahan itu dilakukan oleh para mahasiswa Eropa yang membawa buku-buku karya ilmuan Islam ke negara mereka.
Abad kesebelas hingga menginjak abad ketigabelas – khususnya antara 1050 dan 1300 – barangkali boleh dianggap sebagai kebangkitan ilmu pengetahuan abad pertengahan, intelektual, sastra, dan estetika, adalah bunga dari abad pertengahan. Dalam kebangkitan kembali intelektual – dalam hal ini ilmu pengetahuan dan filsafat – awal pencerahan Eropa ini telah distimulasi secara luas oleh arus ilmu pengetahuan Greco-Muslim dalam penerjemahan yang terus meningkat jumlahnya, terjemahan dari bahasa Arab ke dalam bahasa Latin dan Hebrew, atau dari bahasa Arab ke dalam bahasa Hebrew atau Spanyol, dan dari bahasa-bahasa tersebut ke dalam bahasa Latin.  
Untuk mengetahui lebih jauh sumbangan peradaban Islam kepada dunia barat, kita harus menguraikan bidang-bidang yang diterjemahkan dari bahasa Arab ke bahasa Latin dan bahasa Eropa lainnya.
1. BIDANG IPTEK
Angka-angka Hindu, diuraikan oleh Khawarizmi pada abad ke-9 dan Biruni pada abad ke-11, telah selesai diperkenalkan kepada Eropa Latin oleh Adelard dari Bath dan melalui suatu adaptasi oleh Ibrahim ibnu Ezra pada abad ke-12. Simpoa – diperkenalkan kepada Eropa oleh orang-orang Muslim – dan alat-alat hitung lainnya tetap merupakan hal yang biasa di utara Mediterranian. Salah satu bukti kontribusi Islam dan Arab bagi Iptek adalah dipakainya angka-angka numeral Arab sebagai angka standar di komputer. 
Ilmu pengetahuan tentang aljabar telah disebarkan ke Barat melalui terjemahan-terjemahan Latin oleh Adelard dari Bath, John dari Seville. (Plato dari Tivoli juga menerjemahkan Spherics karya Theodosius dari Bythinia, dari bahasa Arab ke bahasa Latin. Geometri Euclidian mencapai Eropa melalui terjemahan bahasa Arab, ada 14 buah ulasan-ulasan tentang buku-buku Eeuclid. Sebagian terbesar tabel astronomi tergabung dalam statemen-statemen pengantar teori trigonometri, dinyatakan secara tidak langsung (implisit) dalam perhitungan-perhitungan (komputasi) mereka. Kitab al-Manazir dari Ibnul Haitsam, menguraikan sebagian tentang optik, telah diterjemahkan ke bahasa Latin oleh Gerard dari Cremona dan menjadi basis bagi ahli-ahli optik Muslim maupun Latin. 
Dalam bidang kedokteran : Kitab Ibnu Sina, al-Qanun (abad-12) & Al-Hawi (ar-Razi) menjadi sumber pengetahuan kedokteran di Barat sampai abad ke-16. Keduanya mempelopori penemuan penyakit menular. Ar-Razi mempelopori penemuan karakter (ciri-ciri) penyakit menular dan memberikan penanganan klinis pertama terhadap penyakit cacar, dan Ibn Sina (Avicenna) yang telah menemukan karakter penyakit menular melalui air. Nama Avicenna sangat terkenal di kalangan ilmuan Eropa, bahkan menjadi nama sebuah rumah sakit.
Constantine Africanus dari Carthage (Cartago) biarawan di Monte Cassino (wafat 1087), menurut ahli sejarah Leo dari Ostila adalah "Master tentang Timur dan Barat". Ia menerjemahkan karya-karya ilmu kedokteran Muslim dan ilmu pengetahuan lain yang sangat mempengaruhi studi-studi ilmu pengetahuan di Italia bagian selatan. Di antara terjemahan-terjemahannya adalah Liber Experimentorum dari Rhazi (Rhazes), karya-karya medikal dari Isaac Judaeus, versi bahasa Arab dari Hippocrates, Aphorism oleh Hunain, dan satu versi bahasa Arab dari Commentary karya Galen oleh Hunain. 
Gerard dari Cremona (wafat 1187) menerjemahkan 71 buah karya dengan bantuan beberapa orang cendekiawan Kristen dan Yahudi selama 9 tahun terakhir hidupnya. Di antaranya adalah karya Aristoteles Posterior Analytics, On the Heaven and the Earth, On Generation and Corruption, On Metereology; Commentaries karya Alexander dari Aphrodisias; Elements and Data, karya Euclid; On the Measurement of the Circle, karya Archimedes; Conics karya Apollonious dari Perq (Perga); sebelas karya-karya Galen; berbagai karya terbesar Avicenna, Canon; karya terbesar ar-Razi di bidang kedokteran; On the Syllogism, al-Farabi; al-Kindi, tiga karya; Isaac Israeli , dua karya; 14 karya tentang astronomi dan matematika muslim lainnya; tiga set tabel astronomi; dan tujuh karya Muslim dalam geomancy dan astrologi.  
Gherardo & Cremona, 2 orang ahli astronomi Italia yang menerjemahkan buku ilmu astronomi dari kitab as-Syarh karangan Jabir ibnu Hayyan. Raja Friederich-II dari Perancis meminta putra-putra Ibnu Rusyd (menurut ejaan Barat dibaca : Averoes) untuk tinggal di istananya, mengajarinya ilmu Botani & Zoologi. Apotik & ilmu Kedokteran, Kimia & Botani Islam sebelum abad ke-15 sudah sangat maju dibandingkan Barat, ilmuwan Islam telah menemukan 2000 jenis tanaman Thriflorida untuk obat-obatan. 
Data-data di atas menunjukkan bahwa ilmuan Muslim banyak berjasa dalam menyelamatkan karya-karya Ilmuan dan Filosof Yunani dengan menerjemahkannya ke dalam bahasa Arab dan mengembangkannya melalui berbagai penelitian mendalam, yang kemudian beberapa abad sesudah itu ditransfer kembali ke bahasa Latin atau bahasa Eropa lainnya. 
Di samping itu, ilmu pengetahuan Helenistik, Persia dan Hindu (matematika, astronomi, trigonometri, aljabar, teknologi, kedokteran dan disiplin-disiplin yang sejenis dengannya) dan keterampilan praktis lain, telah dikenalkan ke dalam sekolah-sekolah Muslim. Aplikasi (dari ilmu-ilmu tersebut) untuk kebutuhan dan minat dunia Muslim telah menantang kejeniusan banyak cendekiawan Muslim. Akhirnya, modifikasi-modifikasi yang berhasil dan penambahan-penambahan baru serta signifikan, sebahagian besar dalam bidang kedokteran, matematika, filsafat, dan disiplin ilmu sosial seperti geografi, sejarah dan teori pendidikan. Hal ini terjadi di sekitar abad kesepuluh dan kesebelas Masehi yang merupakan abad keemasan ilmu pengetahuan Islam.  
Pada abad keduabelas dan ketigabelas merupakan abad-abad penerjemahan hasil-hasil kerja para ilmuan Muslim ke dalam sekolah-sekolah (mazhab) Hebrew dan Latin. Keruntuhan kreatifitas dan ilmu pengetahuan Muslim di masa itu, bertepatan dengan fase-fase awal kebangkitan intelektual Eropa. 
Berdirinya universitas-universitas Eropa pertama kali bertepatan dengan sangat besarnya arus penerjemahan-penerjemahan, adaptasi-adaptasi dan ulasan-ulasan dari karya Muslim di bidang ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat dan teologi. Universitas-universitas itu telah dihasilkan dari suatu akibat pemasukan secara besar-besaran, tidak saja karya-karya kreatif Muslim, tetapi juga Greco-Helenistik, Syria-Zoroastrian dan materi-materi Hindu telah mencapai dunia Latin di Barat, melalui terjemahan-terjemahan, ulasan-ulasan, adaptasi-adaptasi bahasa Arab tersebut.  
Pada saat kreatifitas dan semangat ilmu pengetahuan Muslim mulai runtuh, di Eropa justru mengalami kebangkitan yang di kemudian hari menjadi awal terjadinya renaissance.
2. BIDANG SASTRA
Opera “Peringatan akan akibat” karangan Shakespeare, diilhami dari kisah Alfu lailah wa lailah dari masa keemasan Islam. Cerpen karangan sastrawan Perancis Lasange banyak mengambil inspirasi dari kitab Natan al-Hakim. Sajak Divina Commedia karangan Dante Alghieri mengambil dari kitab Risalatul-Ghufran (karangan al-Ma’ariy) & Washful Jannah (karangan Ibnu Arabi). Cerita Gulliver (karangan Schwift) diilhami oleh Alfu lailah wa lailah. Cerita Robinson Crusoe (karangan Defoe) diilhami dari kitab ar-Risalah (karangan Hayy bin Yaqzhan yang dikenal dengan gelar Ibnu Thufail). 
3. BIDANG-BIDANG LAINNYA
Menurut sejarawan & orientalis Perancis, Sedillot, bahwa UU Sipil Perancis pada masa Napoleon Bonaparte diilhami dari kitab al-Khalil (salah satu kitab Fiqh Maliki). Dalam aspek bahasa, banyak kata-kata dalam bahasa Barat yang mengambil dari bahasa Arab, seperti : Cotton (dari Quthn), Syrup (dari Syarab), Lemon (dari Laymun), bahkan nama-nama ilmuwan Islam seperti : Avecina (dari Ibnu Sina), Averoes (dari Ibnu Rusyd), Albategnius (dari Al-Baththani), Ibn Yunis (dari Ibnu Yunus), dll.  
Farhat A Hussein, mengurai kembali tesisnya berjudul Islamic Civilisation and its Impact Upon the Development of Western Europe di Masjid Raya Royal Tent, Inggris; Ia mencontohkan kebiasaan menyikat gigi yang berangkat dari kebiasaan Muslim menyikat giginya dengan siwak. Siwak adalah ranting pohon yang dibuat sedemikian rupa sehingga bisa difungsikan sebagai penyikat gigi. Dalam siwak, kata dia, ditemukan empat cara perawatan gigi sekaligus. Yaitu penyikat gigi, pasta gigi, pencuci mulut (mouth wash), dan antiseptik. 
Hal yang telah disebutkan tadi hanya merupakan beberapa contoh dari hasil kreatifitas peradaban Islam yang ditransfer oleh kebudayaan Barat sehingga mereka dapat mencapai kemajuan seperti yang dapat kita lihat sekarang ini.
Diakui atau tidak, hampir seluruh abad keenambelas masih tetap menggunakan beberapa terjemahan-terjemahan Muslim dan Yunani, serta kurikulum ilmu kedokteran di Vienna dan Frankfurt tetap tergantung kepada karya-karya Rhazes dan Avicenna. Intelektual Muslim telah berguna dengan sendirinya di sekolah-sekolah Latin selama kurang lebih limaratus tahun. Islam telah memberi Barat yang terbaik dari apa yang dipelajarinya dari kebudayaan klasik, dan apa yang telah ditambahkan oleh kejeniusan kreatif yang telah dimilikinya. 
C. PENUTUP
1. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pengaruh dan sumbangan peradaban Islam kepada peradaban Barat sangatlah besar. Di abad pertengahan, yaitu pada saat peradaban Barat berada dalam masa kegelapan (Dark Ages), Peradaban Islam justru berada di puncak kejayaannya dan berhasil menyelamatkan hasil-hasil peradaban klasik bangsa Yunani dan bangsa-bangsa lainnya dari Timur dengan menerjemahkan dan mengembangkan hasil-hasil peradaban tersebut. Hasil-hasil kreatifitas Islam tersebut kemudian diambil oleh Barat yang selanjutnya menjadi bekal mereka untuk maju di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, dan bidang-bidang lainnya.
2. Implikasi
Peradaban Islam merupakan peradaban yang terbuka dan fleksibel dengan peradaban dari luar. Islam sangat menghargai ilmu pengetahuan dan sangat memotivasi umatnya untuk mencari dan mengembangkannya. Namun terkadang umat Islam itu sendiri yang tidak lagi menghargai, apalagi mengembangkan ilmu pengetahuan. Mereka tenggelam dalam kejumudan dan kehilangan semangat untuk menuntut ilmu dengan dasar kecintaan kepada ilmu sendiri. Berbeda dengan para pendahulunya yang hidup di abad pertengahan Masehi. Mereka (terutama para pemimpinnya) sangat menghargai ilmu pengetahuan, hingga mereka rela membayar sebuah buku hasil terjemahan dengan emas yang beratnya sama dengan buku tersebut.  





DAFTAR PUSTAKA

A. Thomson & M. 'Ata' ur Rahim. Islam Andalusia; Sejarah Kebangkitan dan Keruntuhan. Cet. I; Jakarta: Gaya Media Pratama, 2004.
http://www.al-ikhwan.net/index.php/islamisasi-sains/2005/islam-dan-peradaban-dunia-3/17September2007. 
http://arch_nov.blogs.friendster.com/arch_nov/2006/09/pengaruh_islam_.html/17September2007.
http://www.kotasantri.com/mimbar.php?aksi=Cetak&sid=419/23September2007.
http://arch_nov.blogs.friendster.com/arch_nov/2006/09/pengaruh_islam_.html/17September2007.
http://www.al-ikhwan.net/index.php/islamisasi-sains/2005/islam-dan-peradaban-dunia-2/17September 2007.
Lewis, Bernard. The Muslim Discovery of Europe. New York: W.W. Norton & Company, 1981.
Mustafa Zaky Mustafa Muhammad, T±rikh al-Daulah al-Isl±miyah fi al-'Ahdain al-R±syidiy wa al-Umawiy. Cairo: al-Azhar University, 1995.
Nadawi, Abu Hasan 'Ali. Islam and the World. Lahore: Ashraf Press, 1976.
Nakosteen, Mehdi. Kontribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat; Deskripsi Analisis Abad Keemasan Islam, diterjemahkan oleh Joko S. Kahhar. Cet. II; Surabaya: Risalah Gusti, 2003. 
O'Leary, Delacy L. Al-Fikr al-'Arabiy wa Makānatuhū fī al-Tārīkh, diterjemahkan oleh Dr. Tammām Hassān. Cairo: 'Ālam al-Kutub, 1961. 
Syalabi, Ahmad. Sejarah dan Kebudayaan Islam 3, alih bahasa Muhammad Labib Ahmad. Cet. II; Jakarta: PT. Al Husna Zikra, 1997.






Tidak ada komentar: